Rabu, 26 November 2014

Berbagai Penyebab Kematian Semut dalam Berbudidaya Kroto

Berbagai Penyebab Kematian Semut dalam Berbudidaya Kroto

Kita ketahui bahwa angka kasus kematian tertinggi pada semut ada di semut pekerja.Selain jumlahnya yg dominan, semut pekerja juga merangkap sebagai prajurit, sehingga kematian diluar faktor umur hampir berimbang jumlahnya karena naluri semut mempertahankan koloni.Beberapa penyebab kematian dapat dianalisa dilihat dari wujud dan letak bangkai semut, sehingga setelah penyebabnya kita ketahui, ke depan dapat kita tanggulangi untuk menekan angka kematian semut.

Semut adalah hewan paling efektif dalam memanfaatkan sumber makanan. Hampir tidak ada yg disia-siakan.Bahkan jika sumber makanan berwujud bangkai semut itu sendiri, meskipun hanya bagian perut saja yg dimanfaatkan karena hanya perut saja yg terdapat cairan, kecuali bangkai ratu ataupun calon ratu, hampir semua bagian kepala, dada dan perut dimanfaatkan.

Hanya saja, hal ini hanya dilakukan jika semut mati dalam keadaan sehat dan segar.Untuk semut yg mati kering serta mati tidak wajar terkena racun dan sebagainya bangkai semut akan tetap dibiarkan utuh sampai kemudian dibuang.
Dari keadaan kematian semut, secara garis besar dapat kita simpulkan sebagai berikut,



1. Mati terpotong dalam jumlah sedikit
Kasus ini hampir tiap hari kita jumpai karena usia semut yg relatif pendek, katakanlah mati karena usia, dilihat dari warna bangkai semut yg cenderung lebih gelap. Umumnya semut mati di dalam toples/sarang. Bagian dada, kaki, serta kepala dibuang terlebih dahulu karena kadar air sedikit untuk kemudian disusul selongsong perut setelah selesai dihisap semut-semut yg lain.

2. Mati terpotong dalam jumlah banyak
Umumnya terjadi karena perkelahian antar koloni krn pencampuran mendadak. Biasa terjadi diluar sarang/media,dan bangkai tersebar mulai dari mulut sarang hingga di sekitaran rak media budidaya. Koloni dominan sebagai pemenang akan menguasai seluruh bangkai semut yg ada dan bisa dijangkau, mengambil perut mereka dan meninggalkan sisanya. Pada kasus kematian semut seperti ini sering pula kita jumpai sisa bagian dada dan kepala dua atau lebih semut menyatu dalam keadaan saling gigit. Ini terjadi karena dalam perkelahian satu lawan satu semut adu gigit bahkan hingga salah satu mati terlebih dulu pun posisi gigi akan terkunci hingga pada akhirnya lambat laun semut lawan juga akhirnya mati.

Hal ini dapat menjadi pertimbangan untuk kita agar lebih hati-hati mencampur koloni berbeda dalam posisi agresif karena berarti kematian akan terjadi dua kali lipat dari jumlah koloni baru yg kita campurkan. Artinya, jika kita membawa 100 ekor semut baru ke dalam koloni lama kita, maka akan terjadi 200 kematian.

3. Mati utuh di dalam toples
Kasus ini termasuk human error, kebanyakan terjadi adalah karena terjemur dan keracunan. Riskan pada media toples, saat kita meletakkan toples pada kandang baru, pada pagi atau sore hari tidak terpantau sinar matahari yg masuk sehingga mengenai toples. Semut tidak mau meninggalkan toples karena naluri mempertahankan sarang, dan akhirnya mati.Kematian terjemur akan membuat bangkai keringdantidak dimanfaatkan. Kasus kedua adalah keracunan, bisa karena asap pembakaran plastik, fogging, obat nyamuk, atau bahkan dari sisa makanan yg membusuk menimbulkan amonia/nitrogen yg terkurung di dalam toples.

4. Mati terpotong di dalam toples
Bisa karena umur,atau karena kecelakaan sewaktu semut keluar masuk melalui pintu yg terlalu sempit dan tajam. Kasus ini sering terjadi pada ratu. Ketika salah satu organ sudah melewati pintu, semut di sisi lain akan menarik dan karena organ lain tidak muat maka akan putus. Semut cacat kemungkinan besar akan segera dibantai oleh koloni. Kematian seperti ini pada pekerja hanya terjadi ketika hewan buruan masih terlalu kuat ketika sampai pada mulut toples.


5. Mati larva/kroto
Kasus ini kompleks, bisa karena terjemur, rusak sarang dan terpendam,terkurung sehingga tidak ada proses penyuapan, keracunan, atau bahkan ketika kekurangan perawat. Kasus terakhir biasanya terjadi ketika masih larva dan terkumpul dalam jumlah banyak.

6. Mati semut muda
Ini hanya terjadi dalam wadah tertutup, biasanya pada proses pengiriman. Kronologinya pd saat packing kroto terlalu tua, dan dewasa dalam perjalanan. Semut tetasan baru yg seharusnya segera mendapatkan makanan mati kelaparan karena dalam posisi terkurung, dan sudah tidak disuapi lagi karena semut lain berasumsi bahwa dia sudah menjadi semut dewasa.

7. Mati terorganisir
Pada kasus semut terjun dalam usahanya melarikan diri membentuk jembatan semut, dan hal ini sangat beresiko bagi semut mengingat sering terjadi di pembatas air/oli, namun karena naluri perburuannya tinggi maka kasus ini perlu diperhatikan oleh peternak terutama dalam hal desain kandang dan perawatan.

Memang sejauh ini belum ada publikasi tentang penelitian khusus tentang kematian semut akibat penyakit, namun krn angka kematian akibat human error dirasa paling dominan dalam budidaya semut kroto, maka alangkah baiknya sebelum memutuskan beternak perlu diperhatikan safety kandang dari segi lingkungan maupun dari sisi desain media

1 komentar: